Aku, Misteri dan Pembalasan #3

#3 Pengejaran



Siapa dia? Mengapa dia melakukan hal sekeji itu? Sungguh keterlaluan.
Beraninya dia membunuh seorang guru di sekolah. Ya, membunuh!

Sungguh sial aku baru melihatnya saat dia mulai berlari dan belok.
Aku sangat terkejut dan sempat berdiri mematung.
Tunggu, tadi Bu Linda sempat mengatakan 'Awas'. Berarti batu itu awalnya mengarah ke kepalaku. Dengan kata lain, orang tadi berusaha membunuhku. Astaga!
Siapa sebenarnya dia? Dan, mengapa dia mencoba membunuhku?

Aku, Misteri dan Pembalasan
 sumber : tripadvisor.com

Akhirnya aku memutuskan untuk mengejar orang tadi dan meninggalkan jasad Bu Linda yang terkapar mengalami pendarahan hebat di kepalanya.
Aku berlari sekuat tenaga untuk mengejar pembunuh itu. Tak peduli dengan rasa takut yang kuhadapi. Jujur saja, tadinya aku memang cukup takut untuk melakukan pengejaran ini. Aku berlari dengan cepat untuk bisa mengungkap siapa dia.

Tak ada jejak yang bisa ditemukan.
Pengejaranku terhenti di toilet. Dengan kaki yang gemetar, aku mulai memasuki toilet.
Aku tak yakin pembunuh itu masuk kesini. Tapi, tak ada salahnya jika aku memeriksanya sebentar.
Pintu demi pintu toilet kubuka perlahan, karena ku takut jikalau tiba-tiba pembunuh itu muncul dan menikamku.
Telah beberapa pintu ku buka. Dan tak ada apapun di dalam. Sampai aku mendengar ada suara kucuran air di balik pintu toilet terakhir yang belum ku buka. Siapa yang membuat air itu mengucur. Mungkinkah itu seorang murid. Tapi, rasanya tidak mungkin mengingat sekolah ini sudah sepi. Ada pembunuhkah disana?
Aku tidak berani mendekati pintu itu. Ku yakin, pasti pembunuh itu berada di balik pintu toilet terakhir.
Tapi apa yang harus ku lakukan. Lagi pula, apa tujuanku berlari ke tempat ini?
Ya, tentu saja untuk menangkap siapa sebenarnya pembunuh itu.
Aku harus membuka pintu itu!

Dengan langkah perlahan, aku mencoba mendekati pintu dengan suara kucuran air di dalamnya.

"Hey, siapa disana? Ayo keluar!"

Suara ku sedikit bergetar ketika memanggil orang yang ada di balik pintu itu. Tentu saja karena aku takut.
Aku mencoba sedikit mendekat lagi. Makin mendekat. Hingga aku sampai tepat di depan pintu terakhir itu.

"Siapapun kau, lekas keluar!" Bentakku dengan lantang.

Kali ini aku memanggil dengan lebih keras agar orang itu mau keluar.
Tapi nyatanya tidak.
Tak ada jawaban dari dalam.
Apakah pembunuh itu menunggu waktu yang tepat hingga dia keluar dengan cara tiba-tiba dan menikamku.

Tapi, aku harus berani. Aku harus membuka pintu itu.
Dengan sangat perlahan, jariku menuju daun pintu. Jantungku berdegup kencang diikuti dengan kakiku yang mulai gemetar. Tetesan keringat mulai membasahi keningku yang akhirnya menetes di dagu.
Saat jemariku mulai menyentuh daun pintu, aku mulai mendorong pintu itu dengan perlahan. Sangat perlahan, mengingat tak ada benda apapun di tanganku untuk melawan pembunuh itu.

"Gak dikunci!" ujarku dalam hati.

Semakin berdegup kencang rasanya jantungku. Sangat kencang. Ku harap pembunuh itu tidak bisa mendengar degupanku.
Tanganku mulai mendorong lagi pintu ini. Suara kucuran air makin terdengar jelas.
Apakah dia akan keluar sekarang. Aku meneguk ludah.
Semakin lama pintu terbuka. Semakin kencang juga degupan jantungku.
Akhirnya aku putuskan untuk membuka pintu ini segera.

Dan....!

Pintu toilet telah terbuka sepenuhnya.
Tapi, apa?!
Tidak ada siapapun di dalam sini!
Ternyata itu hanya suara kucuran air dari pipa air bocor. Ya ampun, sampai ketakutan aku dibuatnya. Sungguh bodoh aku dibuatnya. Ketakutan karena pipa yang bocor.
Kalau Roy di sini, pasti dia sudah menertawakanku.
Roy. . . Dimana kau sebenarnya sekarang. Sudah cukup bingung diriku tentang ini semua.

Selagi aku termenung di dalam toilet yang kosong ini, tiba-tiba terdengar suara hentakan kaki.
Aku pun tersentak kaget.
Seketika itu juga, ada sebilah pisau kecil dari belakang yang mengarah langsung ke leherku.
Ada seseorang yang memegangi kedua tanganku dengan satu dan tangan yang satu lagi mengarah tepat ke leher depanku.
Ada apa ini? Siapa orang ini?

"Berontak saja kau. Dan kau akan bergabung dengan guru tadi," kata orang itu dengan nada suara berat.

"Siapa kau? Dan mau apa kau?" tanyaku dengan perasaan heran dan ketakutan.

"Kau tidak perlu tau siapa aku," kata orang itu dengan nada mengejek, "Sekarang, kau ikut aku."

"Tidak! Tidak akan pernah!" Bentakku.

"Oh, baiklah," lanjut orang berbadan agak besar itu, "Kau akan menyesal seumur hidupmu! Matilah kau!"

Dengan cepat, kepalaku menghindari hunusan pisau itu yang mengarah ke leherku. Lalu ku angkat kaki kananku dengan kencang ke arah belakang dan berharap mengenai titik lemah pria.
Tepat mengenai sasaran!
Cengkraman yang mencengkram tanganku terlepas.
Dia agak kesakitan setelah kuberikan tendangan ke arah bagian vitalnya itu.

Tapi tunggu, dia memakai topeng dan berjubah hitam!
Tingginya seperti orang yang membunuh Bu Linda tadi. Ya, sama persis seperti bayangan hitam jika dilihat dari jauh.
Tanpa berpikir dua kali, aku menendang pundak orang itu yang sedang membungkuk ke bawah menahan sakit hingga dia jatuh terduduk di lantai. Pisaunya terlempar ke salah satu pintu toilet. Arah wajahnya menatapku.
Dengan cepat, dia berdiri dan memukul wajahku. Aku tidak sempat menghindar karena memang gerakannya cepat.
Pukulannya lumayan keras sampai aku terjatuh dibuatnya. Diriku tergeletak di lantai toilet.
Lalu orang itu menindih badanku dengan tubuhnya yang agak besar. Setelah dia berada di atas badanku, lalu dia menarik kerakku hingga kepalaku terangkat sedikit.

"Dasar bodoh!" Suaranya yang berat terdengar dari balik topeng itu.

Kepalaku masih pusing karena hantaman tadi.
Setelah itu, dia memukuli ku berulang-ulang. Tapi aku tidak mau kalah. Ku balas setiap pukulannya itu.

Perkelahian yang lumayan hebat terjadi di dalam toilet ini. Kami hingga berguling-guling di lantai.
Memukul, menangkis, menendang serta menghindari serangan.
Suasana di dalam toilet menjadi gaduh akibat ulah kami berdua. Sayangnya, aku tidak bisa memukul wajahnya yang tertutup topeng itu. Topengnya sangat keras, mungkin terbuat dari kayu.
Berguling-guling hingga terbentur pintu masuk toilet.
Saat itu juga, orang itu berdiri. Lalu menendang wajahku dengan kakinya itu tepat ke arah wajahku.
Mataku mulai berkunang-kunang. Darah yang mengalir lewat mulut dan hidungku mengotori seragamku. Aku sulit bergerak karena kepalaku terasa sakit setelah terkena tendangan tadi. Sepertinya aku kalah

Orang itu mengambil pisau kecil yang tadi terlempar. Dan berlari ke arahku yang tergeletak di lantai.

"Dan kau akan mati sekarang juga!" Kata orang itu dengan suara keras.

Tangannya yang menggenggam pisau diangkat , siap menghunus leherku.

"Astaga. Aku akan mati disini," ujarku dalam batin.

Aku akan mati dengan cara seperti ini. Sungguh mengecewakan.
Maaf Roy, aku tidak bisa menemukanmu. Maaf....

Sebelum pisaunya menusuk ke leherku, saat itu juga ada suara hantaman keras.

Duuggg!

Seketika, orang itu jatuh ke lantai. Kenapa dia?
Saat itu juga terlihat seseorang berdiri di ambang pintu. Sepertinya wanita.
Rambutnya yang panjang terhempas dibelai angin dengan memegang sebuah tongkat.
Sepertinya itu tongkat baseball.
Mataku masih remang-remang untuk memastikan siapa dia.

"Ayo, cepat kita pergi!" Perempuan itu mengajakku.

Apa? Pergi?
Aku tak yakin bisa berdiri dengan kondisi seperti ini.

"Ayo, cepat. Sebelum orang itu sadar," katanya sambil menghampiriku.

Perempuan itu membantuku berdiri. Dan kepalaku sudah lumayan baikkan. Tetapi pengelihatanku masih belum pulih.

Aku dituntun keluar dari toilet. Dan mulai berlari dengan seorang perempuan yang menarik lenganku dari depan.
Tubuhku berlari dengan setengah sadar.
Sebenarnya, siapa perempuan ini?
Kenapa perempuan ini bisa datang dan menolongku?

-- Bersambung --
Previous
Next Post »