Aku, Misteri dan Pembalasan #10

#10 Sumber Suara


"Lorongnya berakhir sampai disini," ujarku dalam hati.
Aku terus memperhatikan benda itu dalam cahaya yang sangat minim. Pada sampai akhirnya ku coba pegang benda itu. Ini seperti pipa...
Saat ku ketuk benda itu terdengar bunyi.

*Tuung*

Ini bukan pipa, melainkan batang bambu yang menempel pada dinding goa. Kucoba  meraba bambu itu dalam gelap. Dan ternyata ada dua bambu yang berdekatan yang mengarah keatas. Kuraba lagi keseluruhan bambu itu sampai akhirnya aku tau apa itu.

Itu adalah tangga!
Tangga bambu yang mengarah keatas. Aku pun mencoba menapaki tangga itu. Akan dibawa kemana aku. Tanpa pikir panjang, aku langsung memanjat ke atas mengikuti arah bambu itu.
Pegangan dan pijakan mulai kudaki. Keadaan di sini sangat gelap, tak terlihat apapun. Untuk menaikinya saja aku harus sangat hati-hati.
Perlahan meraih, lalu perlahan juga memijak. Walaupun gelap, pandanganku terus menatap keatas. Sesekali aku menatap ke bawah, ada seberkas cahaya kecil lampu tadi. Tetap saja tidak membantu menerangi jalur naikku.
Tak butuh waktu lama, aku sudah berada di atas tangga. Pencahayaan masih minim, tetapi kulihat di depan ada lampu menyala menggantung seperti di bawah tadi. Aku pun segera berlari kecil menghampiri tempat yang diterangi cahaya lampu.

*Tang... tang... tang... tang...*

Terdengar lagi!
Walaupun masih terdengar lemah, tapi suara yang sekarang lebih kuat dari yang tadi. Dan perlahan suaranya pun menghilang. Kini menjadi sunyi lagi, tak ada suara lain selain hembusan nafasku dan degupan jantungku.
Lebih baik aku mengikuti kemana arah jalur ini. Jika aku beruntung, aku bisa menemukan pintu keluar bawah tanah ini. Aku mulai melangkah lagi. Lorong disini lebih sempit dibandingkan dengan lorong dibawah tadi. Penerangannya pun sama saja dengan di bawah. Alur lorong ini lumayan rapi, tidak berkelok-kelok. Hanya saja ada beberapa belokan.

                 sumber : jcgibbs.com
Aku, Misteri dan Pembalasan
*Tang... tang... tang... tang...*

Lagi-lagi suara itu.
Kini sangat keras terdengar dan juga berbunyi berulang-ulang. Sepertinya lorong ini menuju kemana sumber suara itu berasal.
Saat berjalan melewati beberapa belokan, aku melihat cahaya terang di ujung lorong ini. Aku langsung menghampiri arah dari mana cahaya itu datang. Ternyata cahaya itu dari satu belokan lagi di depan.
Tiba-tiba suara dentungan yang tadi terdengar itu berhenti. Diikuti suara alat yang dijatuhkan begitu saja.
Aku belum mau berjalan belok di belokan terakhir. Mungkin aku harus mengetahui suara apa itu.

"Kau bawa perbekalannya?"

Aku mendengar suara seseorang yang berat dari arah depan dimana sumber cahaya dan suara muncul. Aku hanya berdiri diam di balik belokan terakhir. Itu seperti suara orang yang aku dan Tiara dengar pertama kali saat masuk ke bawah tanah.

"Ya, tentu saja. Mau makan apa kita nanti jika tidak membawa perbekalan."

Terdengar suara orang yang berbeda. Suara yang satu ini tidak berat seperti yang pertama tadi.
Ya, memang benar! Mereka adalah dua orang lelaki yang tadi.
Jantungku mulai berdegup kencang. Aku penasaran siapa mereka. Kuberanikan untuk mengintip sedikit apa yang mereka lakukan. Kulihat ada dua orang yang sedang makan, ya itu kedua laki-laki yang tadi. Satu orang berbadan cukup besar dan seorang lainnya berbadan agak kurus. Dan di sebelahnya banyak peralatan yang terbuat dari besi, aku tidak tau untuk apa. Yang pasti kemungkinan adalah untuk mengebor dan membuat lorong, karena kulihat ada bagian dinding yang menjorok ke luar seperti lorong yang belum jadi. Tapi, untuk apa ada lorong-lorong sebayak ini. Baiklah, akan kuceritakan pada Tiara nanti.
Kurasa sudah cukup untuk kali ini, sebaiknya aku kembali ke tempat Tiara.
Karena tidak ingin ketahuan oleh mereka, aku pergi dengan perlahan. Aku mundur sedikit demi sedikit, tapi aku tidak menyadari kalau ada besi di belakangku sehingga besi itu jatuh dan menimbulkan bunyi yang cukup keras.

*Taanggg....*

"Hey! Siapa disana?!" Bentak orang yang bersuara berat.

"Astaga!" Aku berkata dalam hati.

"Siapapun disana! Cepat tunjukkan dirimu!" Terdengar suara yang lainnya, itu pasti suara orang yang bertubuh kurus.

Bodoh saja jika aku menuruti kata orang itu. Bukannya lebih bagus jika aku pergi menjauh sekarang.
Dengan sangat cepat, aku lari ke arah tangga tadi. Tapi aku harus berhati-hati jangan sampai malah aku yang terjeblos ke dasar goa.
Akhirnya terlihat tangga bambunya. Langsung saja aku turun kebawah, aku sempatkan untuk melihat ke lorong tadi. Tetapi tidak terlihat dua orang tadi mengejar.
Masa bodo! Yang penting sekarang aku harus berlari walaupun mereka tidak mengejar sekalipun.
Menuruni tangga bambu lebih sulit dari pada memanjatnya tadi karena sangat gelap, tidak terlihat pijakan bambu selanjutnya. Aku tidak menghiraukan pijakannya, sepijaknya aku saja dapat atau tidak pijakannya. Sangat cepat aku turun, jika tidak cepat aku akan tertangkap oleh mereka.
Saat sedang cepat-cepatnya aku turun, tiba-tiba kakiku terpeleset oleh pijakan di bawah. Aku hampir jatuh, tapi tangan kananku masih memegang erat pijakan bambu. Andai saja jika aku tidak mencengkram kuat bambu itu, pasti aku akan jatuh kebawah. Ini sangat tinggi, jika benar-benar jatuh aku tidak tau bagaimana nasibku nanti.
Aku coba meraih pijakan di tangan kananku dengan tangan kiriku. Setelah itu kedua kakiku  kupijakkan lagi ke batang bambu. Langsung saja aku lanjut menuruni tangga. Aku tidak mau kejadian tadi berulang. Kini aku lebih hati-hati lagi. Gerakanku melambat, tetapi tetap menjaga kecepatan menuruni tangga.
Tak lama kemudian, aku sampai di bawah. Cahaya kembali menerangi pandanganku. Karena di tangga tadi sangat gelap sampai tak terlihat apa-apa, mataku agak silau terkena cahaya lampu ini. Masa bodo dengan silau, aku harus berlari secepat mungkin ke ruangan dimana Tiara sedang tidur. Kulalui lorong yang berkelok-kelok dan lantainya yang tidak rata. Seringkali ku tersandung-sandung oleh gundukan tanah kecil yang menyembul keluar. Untung saja aku tidak jatuh tersungkur ke tanah.
Setelah jarak lariku kukira cukup untuk mengetahui dimana ruangannya. Tidak lupa juga aku memperhatikan lantai yang terdapat kaleng makanan yang ku taruh dengan sengaja untuk mengetahui dimana letak pintu ruangannya.
Tak butuh waktu lama untuk mencarinya, kaleng yang mengkilap terkena cahaya lampu pun terlihat bersandar di dinding. Sekarang aku harus menarik tali yang menggantung di langit-langit untuk membuka pintu ruangan yang tersembunyi.

Aku agak kesulitan mencari tali pembuka pintu karena aku terburu-buru. Takut jika mereka berdua berhasil mengejarku sampai disini.
Setelah beberapa saat aku mendongak ke atas, akhirnya aku menemuakan seutas tali yang menggelantung. Tak lama, aku langsung lompat dan meraih tali itu. Dan pintu ruangan pun terbuka. Aku akan menceritakan semua yang kulihat pada Tiara.
Setelah pintu terbuka sepenuhnya, aku terkejut!
Tiara tidak ada di dalam ruangan.
Yang kutemukan hanyalah kaleng makanan yang masih berisi makanan berserakan di lantai.
Bukankah tadi Tiara sedang tertidur di atas tempat tidur. Tapi kenapa sekarang dia tak ada di sana. Mugkinkah aku salah memasuki ruangan.
Aku berusaha mengecek semua yang ada di dalam ruangan. Mulai dari kaleng makanan yang kami buka untuk makan sampai kaleng makanan yang kutaruh di depan pintu ruangan ini. Ya, semuanya ada dan lengkap. Jadi tidak mugkin aku salah ruangan.
Tapi, kemana Tiara? Apakah dia keluar untuk mencariku karena dia terkejut karena aku tidak ada di dalam ruangan. Atau mungkin juga dia diculik bersama orang lain di dalam goa bawah tanah ini.
Pusing sekali kepalaku memikirkannya. Aku terduduk dan berusaha menduga dimana Tiara ditemani cahaya yang menggantung dilangit-langit ruangan.
Tidak ada tanda-tanda Tiara meninggalkan ruangan ini. Selain....
Tongkat pemukul bolanya!
Ada kemungkinan Tiara pergi keluar sendiri bersama tongkat pemukulnya. Tidak mungkin jika dia diculik dan membawa tongkat pemukulnya. Tapi, bagaimana jika tongkat pemukulnya ikut diambil oleh orang lain yang menculik Tiara. Jika ada orang yang keluar masuk pintu ruangan, pasti kaleng makanan yang kutaruh di depan pintu akan berpindah posisi karena tertendang oleh langkah kaki atau tergeser oleh pintu ruangan.
Semua kemungkinan yang kupikirkan membuatku semakin bertanya-tanya tentang hilangnya Tiara.
Apakah aku harus menunggu sampai Tiara kembali. Ya, aku akan mencoba menunggu sampai dia kembali dan berdoa agar dua orang tadi tidak menemukanku disini.
Akhirnya aku memutuskan untuk menunggu Tiara sampai akhirnya dia kembali. Pintu ruangan segera kututup seperti semula.
Aku membaringkan tubuhku di atas tempat tidur dimana terakhir kali kulihat Tiara tertidur. Sambil memandang langit-langit yang diterangi sebuah cahaya redup dari bola lampu yang kecil, aku terus berpikir bagaimana aku bisa menemukan Tiara... dan Roy.
Tanpa disadari, mataku perlahan terpejam sekakan mengerti bagaimana tubuhku merasakannya.

***

Aku berdiri diatas datar yang luas dan gelap.

"Dika... Dika... Menurutmu apa harta yang paling berharga?"
Terdengar suara di depanku dan diikuti sebuah cahaya yang menerangi depan tubuhku.

Suara siapa? Apa maksudnya?

"Apa menurutmu, Dika?"
Terdengar suara yang sama seperti tadi dan diikuti suara tawa kecil dan perlahan.

Harta? Yang paling berharga.

"Siapa disana?" tanyaku perlahan.

"Aku... Imajinasimu yang berbicara."

Itu seperti suara Tiara.
Cahaya redup di depanku perlahan menjadi terang dan diikuti munculnya seseorang dari balik cahaya. Orang itu berjalan menghampiriku perlahan. Aku hanya bisa berdiri terpaku tanpa bergerak. Dia semakin dekat ke arahku, dan akhirnya dia sampai di depanku.
Sepertinya aku kenal orang itu. Tidak asing. Pandangan yang halus diiringi kibasan rambut yang kukenal dan suaranya... Itu Tiara.

"Tiara? Sedang apa kau di tempat seperti ini?" tanyaku.

Wanita itu memegang pipiku perlahan serta memiringkan kepala dengan mata sayupnya sambil berkata, "Aku adalah imajinasimu."

"Imajinasi, kau adalah Tiara." Aku menjawab dengan tenang di ruang yang gelap dan luas ini.

"Apa harta yang paling berharga dalam hidupmu?" Wanita itu bertanya padaku tentang pertanyaan tadi.

"Harta... Harta apa?" tanyaku bingung.

Wanita itu menghilang perlahan diikuti cahaya yang ikut makin meredup.

"Tiara, mau kemana kau?"

Perlahan-lahan wanita itu pudar. Dan sampai akhirnya tempat ini menjadi daratan hampa gelap yang hanya ada aku di dalamnya.

"Tiara... Tiara...."

***

*Klontang…*

Tiba-tiba aku terbangun karena terkejut dengan suara tadi.
Ya ampun, rupanya hanya mimpi.
Mimpi tentang Tiara? Oh ya, Tiara! Aku langsung melihat seluruh sudut ruangan untuk memastikan keberadaan Tiara. Tapi, sampai saat ini belum juga kembali.

Cukup lama sepertinya aku tertidur. Kira-kira berapa lama ya?
Kemungkinan terbesar sekarang adalah, Tiara pergi dari ruangan ini dengan tidak melewati pintu batu geser. Tetapi melewati pintu lain yang ada di ruangan ini. Sekarang aku harus berusaha mencari dimana letak pintu yang lain itu.

Tanpa pikir panjang lagi, aku langsung beranjak dari tempat tidur ini. Dengan teliti, aku memeriksa segala sisi ruangan kecil ini. Seluruh dinding terbuat dari batu ini membuatku terheran, bagaimana bisa Tiara menghilang. Atau mungkin saja ini seperti film misteri di televisi. Dimana dinding batunya bisa berputar ke arah dalam dan terlihatlah ruangan lain di balik dinding batu.
Akhirnya aku coba mendorong segala sisi dinding secara bergantian. Aku dorong sekuat tenaga, tetapi tidak bergeser sedikitpun.
Hasilnya nihil.
Hingga ke bawah tempat tidur tak ada tanda-tanda terletak pintu lain. Bagaimana dengan kaleng utuh yang berserakan. Aku tidak bisa memastikan apakah itu ulah Tiara atau orang lain yang masuk ke ruangan ini.

Aku tidak bisa berlama-lama dengan semua kemungkinan bodohku disini. Aku harus segera mugkin menemukan Tiara.
Akhirnya aku memutuskan untuk meninggalkan ruangan ini untuk mencari dimana Tiara.

Saat aku sedang melewati pintu ruangan, tiba-tiba aku terpikir sesuatu.
Tongkat pemukul milik Tiara!
Tadi tidak ada dimanapun, yang berarti Tiara pergi sendiri dengan membawa tongkat pemukulnya.

-- Bersambung --
Previous
Next Post »