Aku, Misteri dan pembalasan #7

#7 Siapa Itu?



Luar biasa, ini seperti goa. Langit-langit dan dindingnya rapat dengan batu. Sebenarnya tempat apa ini?
Oh ya, aku teringat akan penjelasan Tiara.
Tapi, belum selesai Tiara berbicara tiba-tiba ada suara langkah kaki datang menghampiri.

Aku dan Tiara hanya bisa berdiri mematung, seakan-akan ada yang menahan kami untuk beranjak pergi. Bagaimana ini, jika kami tidak pergi pasti kami akan ketahuan oleh suara langkah itu.
Dengan keringat yang terus menetes, kaki ku terus bergetar tak karuan. Aku merasakan ada yang aneh pada diriku.


Aku, Misteri dan Pembalasan
sumber :  tegal-online.blogspot.com


"Dika, kenapa aku... Kenapa aku tidak bisa bergerak?" tanya Tiara setengah berbisik.

"Entahlah... aku pun tidak bisa menggerakkan tangan dan kakiku," jelasku gemetar.

"Apa yang terjadi? Kita bisa ketahuan," bisik Tiara ketakutan.

Suara langkah kaki tadi tiba-tiba saja menghilang. Suasana kini menjadi sunyi sepi, tak terdengar apapun selain nafasku yang terengah-engah entah kenapa. Jantungku berdebar cukup keras. Cahaya yang tadinya terang kini meredup tapi tidak sampai padam.

Di tengah keheningan karena kami berdua merasa takut, tiba-tiba kami mendengar....

"Hihihihihi... Mari berteman, mari berteman, hihihihi..."

Su... suara apa itu. Dari mana asalnya suara itu? Suara perempuan.
Wajah Tiara nampak pucat dibuatnya. Dengan pupil mata yang membesar, tangannya terlihat sangat bergetar.

"Di... Dikaa... Tadi itu suara siapa?" tanya Tiara ketakutan.

"Aku juga tidak tau."

Dengan tubuh yang masih tidak bisa kugerakkan. Aku berusaha melirik sekitar sekiranya yang bisa kulihat. Memang agak remang-remang sampai tidak sepenuhnya terlihat ruangan ini.

"Hihihi... Hey kamu. Ayo kita berteman! Hihihihi..."

Lagi-lagi kami mendengar suara itu tanpa mengetahui siapa dan darimana asalnya suara itu. Aku bergidik.
Jangan-jangan dia...

"Hiiiiiiiiiiiiii...!!!"

Suaranya makin mengeras dan melengking cukup kuat. Itu suara yang menakutkan.
Tiba-tiba aku melihat sesosok putih yang berbayang di belakang Tiara.

"Tiara... Tiara... Mudah-mudahan aku salah lihat," cakapku pada Tiara.

"Apa? Apa?"

"Aku sepertinya melihat sesosok perempuan di belakangmu," jelasku.

"Hey! Jangan bercanda kau!" Sepertinya Tiara sangat ketakutan.

"Sungguh... Aku sedang tidak ingin bercanda. Tetapi yang di belakangmu itu mulai menghampiri kita."

"Hihihi... Kamu kenapa diam? Ayuk kita berteman, hihihi...." Sosok perempuan itu mulai menghampiri kami.

Andai saja tubuhku bisa bergerak, pasti sudah kuangkat Tiara menjauh dari sini. Tapi nyatanya, tubuh kami tidak dapat bergerak. Hanya kelima indera kami yang masih bekerja.
Sosok itu semakin mendekat, tapi Tiara tidak dapat melihatnya karena dia tidak bisa menengok kebelakang. Ya memang benar, dia perempuan. Tapi, siapa?
Jangan-jangan itu ha... hantu.
Hah mana mungkin ada hantu.

"Hey, siapa kamu?" tanyaku mencoba.

Tapi, tanyaku tidak dijawabnya. Dia hanya berdiri mematung dengan kepala yang dimiringkan. Matanya tidak nampak karena tertutup oleh rambutnya yang panjang.

"Aku bertanya padamu, siapa kamu?" Aku mencoba untuk bertanya lagi.

Tetap saja dia tidak menjawab. Baiklah, sekarang aku mulai meragukan kalau dia ini manusia.

"Ayo... Hihihihi...." Suaranya semakin menjauh diikuti sosoknya yang mulai memudar.

Jantungku masih berdegup. Takut-takut jika dia muncul lagi secara tiba-tiba.

"Kemana dia pergi?" tanya Tiara dengan bergetar.

"Entah, mungkin saja dia sudah pergi."

Lampu di langit-langit goa mulai memancarkan sinar terangnya seperti tadi kami masuk. Suasana normal mulai kembali diikuti jantung kami yang mulai berdegup normal. Tubuh kami pun perlahan-lahan dapat digerakkan kembali.

"Aku tidak menyangka ada makhluk seperti itu di bawah sini," ungkapku.

"Yah... memang tidak mengherankan jika memang ada. Terlebih lagi disini sepi dan... agak menakutkan bila dipikirkan bahwa kita berada di bawah tanah," lanjut Tiara, "Tapi yang membuatku heran adalah... Siapa dia?"

"Kenapa tadi tidak kau coba bertanya padanya?" cobaku berkelakar untuk menghilangkan ketakutan.

"Hii... Aku tidak berani kalau berurusan dengan yang seperti itu," ujar Tiara sembari kedua tangan memegang pipinya.

"Haha, rupanya kau ketakutan ya."

"Huh, sepertinya kau perlu berkaca," sahut Tiara.

"Hehe, iya deh. Aku sebenarnya juga ketakutan tadi," lanjutku, "Sepertinya tidak enak jika kita bicara disini, mari kita jelajahi tempat ini siapa tau kita menemukan tempat yang cocok untuk berbicara."

"Dasar, lelaki. Mari kita lanjut."

Perjalanan kami terus lanjutkan untuk menjelajahi goa ini. Buku kudukku mulai berdiri jika membayangkan makhluk tadi. Hiii...

-- Bersambung --
Previous
Next Post »