Penampakan Pertama Kali

    Ane pernah ngalamin kisah nyata tentang 'pertemuan' pertama kali dengan makhluk yang beda alam sama kita.
Itu udah lama, sewaktu ane masih kecil, belum sekolah. Ini salah satu ingatan masa kecil ane yang paling ane inget.
Mulai dari sini, kata 'ane' diubah jadi 'aku' biar lebih meresap lagi kisahnya.



Penampakan Pertama Kali Coret Imaji
    Pagi yang sama seperti hari sebelumnya.
Kedua orang tuaku melangkahkan kaki untuk mencari penyambung kehidupan keluargaku. Ayah, Mama, dan Aku.
Orang tuaku adalah pekerja keras. Hingga menjelang matahari kembali ke persinggahannya, mereka baru kembali.
Setiap hari, aku selalu melihat mereka berangkat bekerja, berboncengan. Menaiki sepeda tua yang sudah terhinggap karat dimana-mana.
Pesan mama selalu kuingat tiap harinya, 'Dedy, jangan nakal ya di rumah.'


            

                    sumber : viralnova.com

Lalu bagaimana denganku yang ditinggal kedua orang tuaku bekerja?
Tenang saja, aku diasuh tiap harinya oleh Paman dan Bibiku. Pasangan suami istri penjual jamu gendong.
Mereka berdua orang yang baik. Bukan padaku saja, tapi pada semua orang sekitarnya.

    Setelah kedua orang tuaku berangkat bekerja, aku segera menuju rumah pamanku.
Tidak jauh jaraknya, kedua rumah kami berseberangan kira-kira hanya berjarak 10 meter.
Aku melangkah kerumahnya. Tujuanku adalah dapur mereka.
Rumahnya sama seperti rumahku. Terdapat 3 kamar berderet ke belakang di dalamnya. Ya, karena ini adalah rumah kontrakan.
Begitu aku masuk ke rumahnya, aku langsung mencium aroma khas jamu.
Hmmm. . .
Tak lama, aku pun langsung berlari menuju dapur yang letaknya di kamar paling belakang.
Di dapur, ada paman dan bibiku yang tengah merebus entah itu jamu atau apa. Aku tidak tau, tapi aroma harumnya seperti jamu. Lebih harum di sini dibandingkan dari kamar paling depan tadi.

"Pakde, mama sama papa udah berangkat tadi," ujarku sambil menarik kaos pamanku.

"Yaudah, dek dedy tunggu dulu ya. Pakde lagi masak dulu sebentar," jawab pamanku yang tengah mengaduk panci.

"Dek, duduk aja itu di bangku kamar tengah ya," sambung bibiku.

Aku langsung menurutinya. Berjalan ke luar dapur menuju kamar tengah. Hanya diberi sekat saja kamar ini dengan dapur.
Memang ada satu sofa duduk di kamar ini.
Aku pun langsung meloncat ke atas sofa dan duduk dengan tenang.
Posisiku duduk yaitu menghadap ke tembok.
Saat duduk, aku berkhayal tentang permainan apa untuk nanti sore dengan temanku di lapangan. Dan aku tidak melupakan film power rangers kesukaanku.

    Asik sekali aku membayangkan semua itu. Sampai akhirnya, aku baru menyadari ada yang aneh dengan dinding di depanku.
Di bangunan kontrakan lama, dinding ini tidak sepenuhnya terbuat dari batu bata. Bagian yang terdapat batu bata hanya alasnya saja. Sisanya ke atas hanya memakai papan kayu yang dilapisi oleh koran-koran yang ditempel pada dinding papan kayu.

    Masih ingat dengan ada hal yang aneh pada dinding yang sangat pas berhadapan denganku?
Aku merasa heran. Ada sesuatu yang runcing seperti ingin keluar dari balik koran tempel itu. Benda runcing itu bergergerak-gerak. Apa itu sebenarnya?
Pada saat itu juga, koran mulai berlubang. Benda runcing itu berhasil menampakan ujungnya.
Tapi, apa itu?
Benda itu mulai bergerak-gerak lagi. Seakan ingin keluar dari dinding itu.
Robekan dinding makin membesar, makin panjang juga benda itu muncul. Putih kecoklatan.
Makin panjang keluarnya. Aku duduk diam tanpa berkedip sedikit pun. Hanya menunggu sampai tau benda apa itu.
Karena sangat penasaran, akhirnya wajahku kudekatkan ke arah benda itu.
Kuperhatikan benda itu. Sampai akhirnya aku tau bahwa itu adalah kuku!
Kuku kotor yang sangat panjang dan lancip.

"Dek, mau salak?" panggil pamanku dari arah dapur.

Lalu pamanku datang ke kamar tengah dengan sebuah salak.
Saat pamanku memberikan salak, aku bertanya-tanya dalam hati.
'Apakah paman tidak melihat kuku yang bergerak-gerak itu?'
Padahal sangat dekat kuku itu dengan pundak paman karena posisi paman sedang jongkok.
Setelah paman memberikan salak padaku, dia langsung kembali lagi ke dapur seperti tidak ada yang mencurigakan.

Apakah benar paman tidak melihat kuku itu?
    Dengan perlahan, kuku itu mulai mengoyak koran hingga sobek. Dan kau tau apa yang keluar?
Jari telunjuk!
Jari itu hitam keseluruhan dan kulit yang mengelupas dimana-mana. Serta banyak luka, darah yang menggenang di kulit.

    Aku tambah penasaran. Ku tunggu lagi hingga beberapa saat.
Kuku hitam itu menggeliat perlahan seakan ingin memperbesar sobekan koran.
Terus menggeliat perlahan, sampai koran itu memiliki sobekan yang lumayan besar.
Setelah sobekan itu tercipta. Jari itu makin mendekat ke arah ku. Diikuti songsongan telapak tangan.

    Ya, telapak itu sama hitamnya dengan jari. Kulit yang mengelupas berdarah menjadi banyak.
Semakin mendekat ke arahku.
Tak lama, pergelangan muncul.
Lagi-lagi kulit berwarna hitam yang mengelupas dimana-mana.
Tangan itu semakin mendekat seperti ingin menjangkauku.
Mendekat. . .

Terus mendekat. . .

Semakin mendekat. . .

Sampai akhirnya tangan itu hampir sampai sikutnya ingin keluar.
Karena aku baru merasa takut, aku lekas memanggil pamanku yang sedang berada di dapur.

"Pakde, pakde! Ada tangan!" Aku berkata dengan polosnya.

Pamanku segera mendatangiku ke kamar tengah dimana aku duduk berhadapan dengan dinding.

"Ono opo toh dek?" tanya pamanku dengan panik.

"Itu, Pakde. Ada tangan," kataku sambil menunjuk dinding.

"Mana, dek? Ndak ada kok," sahut pamanku dengan heran.

"Itu, pakde Itu di situ." Aku bersikeras meyakinkan pamanku.

Tanpa mengatakan apa-apa lagi. Lalu pamanku mengusap kedua mataku. Aku pun memejamkan mata.

Tak lama kemudian, aku membuka kembali kedua mataku. Tapi. . . apa?
Kau tau?
Tangannya sudah tidak ada! Dan kau tau apa lagi?
Sobekan koran di dinding pulih kembali seperti semula! Seperti tidak terjadi apa-apa.

"Kok tangannya ilang?" tanyaku penuh penasaran.

"Udah, udah dek. Udah ndak apa-apa," jawab pamanku.

Setelah pamanku kembali ke dapur, aku lekas meraba dinding berlapis koran itu.
Dan, ya!
Koran itu tidak memiliki lubang sama sekali.
Aku penasaran.
Oh mungkin itu tetangga sebelah. Orang itu memang suka menjahiliku dulu. Mas Joyo namanya.
Aku langsung keluar rumah dan menengok pintu sebelah.
Ternyata pintu itu digembok.
Aku langsung bertanya pada paman. Dan paman bilang, mas Joyo sudah berangkat ngojek dari pagi sekali.
Ternyata memang benar, itu memang . . . .

***  

    Kejadian yang hampir sama terulang kembali. Kira-kira 1 tahun lalu.
Ketika aku mandi, ada tangan yang hampir sama ingin meraih kakiku dari bawah pintu kamar mandi. Tapi tangan itu tidak sehitam yang dulu. Ukuran tangannya juga seukuran anak kecil, tetapi kulit yang koyak masih ada. Ini terjadi di lokasi yang berbeda. Keluargaku selalu pindah rumah.

    Saat tangan itu hampir meraih kakiku, aku langsung menyipratkan tangan itu dengan genangan air di lantai. Aku tidak berani menginjaknya.
Tangan itu pun langsung seperti tidak jadi meraihku. Dan tertarik ke luar pintu kamar mandi.
Aku berfikir, mungkin itu adikku atau temanku yang iseng.
Setelah mandi, aku langsung bertanya pada kedua orang itu.
Dan mereka menjawab, 'Kami ga lewat kamar mandi, sumpah!' dengan wajah yang serius.
Dan wajah yang heran.

Kalau mereka jujur, berarti tangan itu tangan yang . . . .

    Dan sampai ane menulis kisah ini, ane ga tau apa yang bakal terjadi pada ane jika ane berhasil diraih kedua tangan itu.
Previous
Next Post »